Jumat, 17 Juni 2011

ANALISA GAS DARAH


ANALISA GAS DARAH

DEFINISI
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:
Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
- PH normal 7,35-7,45
- Pa CO2 normal 35-45 mmHg
- Pa O2 normal 80-100 mmHg
- Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
- HCO3 normal 21-30 mEq/l
- Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
- Saturasi O2 lebih dari 90%.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.

 PROSEDUR PENGAMBILAN GAS DARAH ARTERI
A. Alat
- Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml
- Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
- Jarum nomor 22 atau 25
- Penutup udara dari karet
- Kapas alcohol
- Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik)
- Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi:
a. Nama, tanggal dan waktu
b. Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa
f. Suhu
 B. Tekhnik
  1. Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan
  2. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara terus menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal paten
  3. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar
a. Penting sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan
biasanya menggunakan gulungan handuk untuk melakukan ini
b. Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan setelah
Meletakkan handuk di bawah siku
  1. 1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara
  2. Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan kapas alcohol
  3. Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat terhadap kulit
  4. Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke spuit
  5. Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri
Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini kadang-kadang diperlukan pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut positif dari arteri.Hasil gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari arteri atau dari vena
  1. Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
  2. Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
  3. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa kelaboratorium
 ANALISA
Jenis gangguan asam basa
PH
Total CO2
PCO2
Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi
Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi
Asidosis metabolic tidak terkonfensasi
Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi
Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Normal
Rendah
Normal
Normal
Rendah
Tinggi

BAKTERIOLOGI


SALMONELLA THYPOSA

Salmonella thyposa
Klasifikasi Salmonella thyposa
Kingdom : Bakteria
Phylum : Proteobakteria
Classis : Gamma proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Familia : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella thyposa
Morfologi
Berbentuk batang, gram negatif berukuran 2 sampai 4 x 0,6 bergerak kecuali Salmonella galinarum dan Salmonella pullorum. Tidak berspora mempunyai fibria.
Sifat bakteri
Bersifat aerob dan aerob fakultatif, suhu optimum untuk pertumbuhannya 37oC dan pH optimum 6 sampai 8.
Daya tahan
Kuman ini dapat dibunuh oleh pemanasan pada suhu 60oC selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidikan serta kionisasi.

A.SALMONELLA THYPOSA
Salmonella adalah suatu genus bacteria enterobakteria gram negatif berbentuk tongkat yang mengakibatkan penyakit paratifus, tifus, dan penyakit foodborne. Species-species salmonella bisa bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfide. Salmonella ini diberi nama oleh Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika Serikat, meskipun sebenarnya rekannya Theobald Smith yang pertama kali menemukan bakteri ini pada tahun 1885 pada tubuh babi.
Salmonella merupakan kuman gram negatif, tidak berspora dan panjangnya bervariasi. Kebanyakan species bergerak dengan flagel peritrih. Salmonella tumbuh cepat pada pembenihan biasa tetapi tidak meragikan sukrosa dan laktosa. Kuman ini merupakan asam dan beberapa gas dari glukosa dan manosa. Kuman ini bisa hidup dalam air yang dibekukan dengan masa yang lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium dioksikholat. Senyawa ini menghambat kuman koliform dan karena itu bermanfaat untuk isolasi salmonella dari tinja.
Salmonella digolongkan ke dalam bakteri gram negatif sebab salmonella adalah jenis bakteri yang tidak dapat mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna penimbal ditambahkan setelah metal ungu, yang membuat semua gram negative menjadi berwarna merah/merah muda. Pengujian ini berfungsi mengelompokkan kedua jenis bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka. Banyak species bakteri gram negative bersifat patogen ( penyebab penyakit) yang berarti mereka berbahaya bagi organisme inang. Sifat patogen ini berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding sel gram negative terutama lapisan lipopolisakarida atau dikenal sebagai endotoksin.

Tifus adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonela thiposa. Kuman ini biasanya hidup di dalam air. Kuman ini akan mati bila air dipanaskan hingga 100 derajat celcius. Apabila kuman ini masuk dalam jumlah besar ke tubuh maka seseorang yang daya tahan tubuhnya tidak baik (tidak fit), maka dapat terserang penyakit yang kemudian kita sebut Tipus.
·                     Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).

  • Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam
  • Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis
  • Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus halus di perut.
  • Sering dilakukan Widal test yaitu test imunitas di darah yang ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi / paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman dan makanan kita yang terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit tifus.
  • Tes Widal ini melibatkan aglutinasi dari bakteri tifus ketika mereka dicampur dengan serum yang mengandung antibodi tifus dari individu yang memiliki demam tifoid; yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan Salmonella typhi dan S. paratyphi."
  • namun Test Widal hanya akan berguna untuk follow-up, terutama jaman dulu waktu mana belum ada antibiotika dan tifus bisa berlangsung 1 bulan atau lebih.
  • test akan berguna untuk melihat apakah titernya naik selama penyakit tersebut.
  • Test Widal menjadi tidak berguna lagi karena obat antibiotik yang ampuh sudah tersedia dan akan menyembuhkan tifus dalam 7-10 hari, sehingga tidak perlu follow-up.
  • Tingginya titer (antibodi) juga sangat individual dan tergantung kemampuan tubuh kita membuat antibody.
  • Jakarta dan Indonesia merupakan reservoir raksaksa kuman salmonella dan lainnya.
  • Semua manusia di Indonesia pasti pernah kemasukan kuman salmonella melalui food-chain ini.
  • Bila kebetulan jumlah kuman yang tertelan cukup besar mungkin akan timbul penyakit tifus yang terutama ditandai oleh demam berkepanjangan sebagai ciri khas.
  • Namun tidak semua demam adalah tifus, karena sering keliru dengan demam berdarah
  • Tifus perlu dicurigai bila demam berlanjut sedikitnya 6-7 hari.
  • Juga demam tifus pada hari2 permulaan hanya ringan, tidak konstan, naik-turun, dan hanya setelah 5-7 hari akan tinggi menetap, disertai badan pegal dan sakit kepala, serta kadang2 mual dan diare ringan.
  • Diagnosis tifus bisa dicurigai setelah demam sekitar seminggu ditambah gejala2 diatas.
  • Secara statistik juga demam tanpa adanya gejala positif yang mengarah ke penyakit lain, kemungkinan tifus adalah yang paling besar di Jakarta jika ditopang oleh musim kemarau dan banjir yang membawa kuman salmonella.
Gejala-gejala tipes :
  • Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan malam hari.

  • Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu.

  • Umumnya paginya sudah merasa baikan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai menurun lagi.
  • Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di perut, sembelit atau terkadang sulit buang air besar, dan diare.
  • Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
  • Mual, muntah, Diare ringan
  • Sakit kepala yang berlebihan
  • Demam
  • Hilangnya nasfu makan
  • Perasaan tidak nyaman
  • ruam (tumbuh bintik-bintik) muncul pada dada bagian bawah dan bag. perut pada minggu kedua saat demam
  • Sakit pada bagian perut diikuti dengan diare
  • Berak berdarah
  • Lamban, lesu dan malas
  • Terlalu lelah
  • Lemah dan lesu
  • Mimisan atau hidung beradah
  • Kedinginan
  • Mengigau
  • Bingung
  • Gelisah
  • Mood tidak stabil
  • Kesulitan kosentrasi
  • Halusinasi.
Cara mencegahnya:
  • Jangan minum air yang belum dimasak (belum matang)
  • Bila ingin jajan di pingir jalan yang belum jelas apakah airnya dimasak atau tidak, yakinlah bahwa badan kita dalam keadaan yang fit sehingga daya tahan tubuh kita (leukosit) dapat menghancurkan kuman-kuman itu
  • Menjaga kebersihan peralatan makan
  • Menjaga daya tahan tubuh agar selalu fit dengan makanan, gizi seimbang, istirahat yang cukup, olah raga, rileks (tidak stress/tegang)
  • Untuk menghindari penyebaran kuman, Buang air besar sebaiknya pada tempatnya jangan dikali atau sungai
Cara Mengobatinya:
  • Berobat ke dokter untuk mendapat antibiotik siprofloksasin
  • tidak boleh jalan dan istirahat tidur di rumah.yang tepat serta obat-obatan yang lain
  • Makan makanan yang bergizi, namun yang lunak-lunak dan tidak berserat
  • Bila demam sangat tinggi, dapat dikompres dengan air hangat dan banyaklah minum air putih
  • jika opname akan diberi infus cefotaxime
  • Obat alami yang luar biasa mujarabnya adalah cacing tanah ( Genus Lumbriscus ) saya sendiri pernah sakit dan alhamdullilah bisa sembuh , ini karena di cacing tanah terdapat mikroorganisme simbiotic mutualism Streptomyces sp. yang menghasilkan antibiotik streptomisin
  • Antibiotic Streptomycin inilah yang menghempaskan Salmonella di usus halus tidak tahan / mati
  • Pengobatan penyakit yang menggunakan bahan alami telah banyak dilakukan di masyarakat, contohnya adalah cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp.
  • Kedua cacing tanah tersebut telah dipercaya oleh masyarakat dalam mengobati penyakit diantaranya penyakit tifus.
  • Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi secara in vitro.
  • Metode yang digunakan untuk pengujian yaitu metode difusi agar dengan cakram kertas menggunakan pelarut aquades steril.
  • Cacing tanah yang telah dihaluskan kemudian dilarutkan dengan pelarutnya sehingga diperoleh konsentrasi larutan 5%, 10% dan 15% (bb/v).
  • Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. pada semua konsentrasi mempunyai daya hambat yang ditunjukkan dengan adanya daerah zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
  • Berdasarkan pengolahan data menggunakan uji Kruskall-wallis didapat hasil bahwa antara larutan cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. memiliki daya hambat yang berbeda secara signifikan.
  • Larutan cacing Pheretima sp. pada konsentrasi 15%(bb/v) memiliki daya hambat yang lebih besar yaitu 1,9000 - 0,125 cm dibandingkan dengan daya hambat larutan cacing Lumbricus rubellus pada konsentrasi 15%(bb/v) yaitu 1,606 - 0,102 cm.
  • Berdasarkan hasil tersebut, larutan cacing tanah mempunyai daya antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
  • Kemampuan cacing tanah dalam menghambat pertumbuhan bakteri karena kandungan zat antibakteri yang terdapat pada cacing tanah.
  • Kandungan tersebut yaitu protein yang sangat tinggi pada cacing tanah dan mikroba simbiotik Streptomyces sp. yang menghasilkan antibiotik streptomisin.
  • Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan oleh masyarakat dalam menggunakan obat berbahan alami.

B. Etiologi
a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
• antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
• antigen H(flagella)
• antigen V1 dan protein membrane hialin.
b) Salmonella parathypi A
c) salmonella parathypi B
d) Salmonella parathypi C
e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5
F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
D. Gejala Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal
(gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
• Perasaan tidak enak badan
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).

Menyusul gejala klinis yang lain:
1. DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
• Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore
dan malam hari
• Minggu II : Demam terus
• Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur
2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
• Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
• Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
• Terdapat konstipasi, diare
3. GANGGUAN KESADARAN
• Kesadaran yaitu apatis – somnolen
• Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit) (Rahmad Juwono, 1996).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia
• Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit
• Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi
1/200 - Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai 4 kali antara masa
akut dan konvalesene mengarah atau peningkatan kepada demam typhoid (Rahmad
Juwono, 1996).

F. Penatalaksanaan
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Perawatan
• Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari.
2 jam untuk mencegah dekubitus.± • Posisi tubuh harus diubah setiap
• Mobilisasi sesuai kondisi.
2) Diet
• Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-
lunak-makanan biasa)
• Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
• Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3) Obat
• Antimikroba
   Kloramfenikol
  Tiamfenikol
  Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)
• Obat Symptomatik
  Antipiretik
  Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.
  Supportif : vitamin-vitamin.
  Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono,
 1996).
G. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1.Komplikasi intestinal
  Perdarahan usus
 Perforasi usus
  Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal.
  Kardiovaskuler :kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis,
                           dan tromboflebitie.
 Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
 Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
 Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
 Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom
Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
 Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi
sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996)
H. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
   a. Penyediaan air minum yang memenuhi
   b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
  c. Pemberantasan lalat.
  d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
  a. Imunisasi
 b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer,
     Arif 1999).